Panji Gumilang Al Zaytun: Gak Usah Menunggu Neraka, Kelamaan

Demo Al Zaytun Terbaru

Salom Elehem

Terlepas soal konflik kontloversial Pondok Pesantren Al-Zaitun dan kesesatannya, cara mereka menyambut pendemo, asyik banget. Biar pendemo tidak boring, mereka menyambut dengan mini konser, dan di antara lagu yang dipersembahkan adalah "Salom Elehem".

Saya pertama dengar lagu Salom Elehem itu dari Kiai Kanjeng SPG wkwk. Enak sih lagunya. Tetapi saya tidak paham bahasanya, sehingga tidak tau arti liriknya. Tapi kayaknya, "salom elehem" itu terambil dari bahasa Arab "salamun alaihim" yang di kita biasanya digunakan untuk bershalawat pada para Nabi tapi dengan mendahulukan khabarnya: Alaihimussalam.

Mana yang lebih utama: mendahulukan mubtada atau khabarnya? Terdapat ragam pendapat. Ada yang berkata, mendahulukan mubtada lebih utama, berdasarkan jawaban Ibrahim pada Malaikat yang uluk salam dengan "salamun".

Tetapi, ada yang berkata sebaliknya, karena yang diajarkan pada kita, dan kita pakai sehari-hari dalam menjawab salam itu "alaikumussalam." Berarti mendahulukan khabar lebih utama. Atau minimal sama, karena yang diperintahkan pada kita adalah, "Jawablah salam dengan yang lebih baik atau setara."

Selain itu, jawaban Ibrahim pada Malaikat, bukan versus taqdim khabar, melainkan versus maf'ul bih yang ditaqdirkan fi'il fa'il sebelumnya. Ada yang berkata, urusannya bukan dimana yang lebih utama antara taqdim dan ta'khir, tetapi pada penggunaannya.

Assalam dengan al sebagai mubtada adalah yang direkomendasikan untuk memulai salam, sementara untuk jawaban adalah khabarnya yang didahulukan. Khabar didahulukan itu boleh untuk memulai salam, tetapi buat orang yang sudah meninggal, demikian pula untuk mubtada' tanpa al: salamun. Maka salamun alaihim dan alaihimussalam memiliki kedudukan yang sama dalam fungsi untuk memulai uluk salam pada para Nabi.

Setelah saya mencari tahu terjemah lirik dari "Salom Elehem", saya rasa, tidak ada lirik yang maknanya mengantar pada kemusyrikan. Saya tidak menikmati lagu ini hanya saat si Panji Gumilang seorang diri yang membawakannya. Komuknya ngeselin. Selain beliau, saya suka-suka saja, selama suara dan musiknya enak didengar.

Baca Juga : Kajian Balaghah Sabda Nabi

Apakah karena menyerupai suatu kaum?

Belakangan ini netizen disibukkan dengan isu larangan menyerupai nonmuslim. Fenomena seperti ini hampir selalu muncul pada setiap tahun. Tidak pernah habisnya. Argumentasi yang dilontarkan dari tahun ke tahun pun relatif sama dan tidak jauh berbeda. Di antara dalil yang sering dikutip untuk kasus ini adalah hadis riwayat Abu Dawud.

من تشبه بقوم فهو منهم

Artinya: “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR: Abu Dawud)

Keshahihan hadits ini sebenarnya masih diperdebatkan ulama. Ada yang mengatakan sahih, tapi tidak sedikit pula yang berpendapat hadis ini dhaif (lemah). Baca selanjutnya tentang ini di NU Online.

Saya bisa menikmati lagu apa saja, dari siapa saja, selama dibawakan dengan baik, terutama jika ada video klipnya dan serta video klip tersebut sinematik.

Diantara lagu dari "bukan golongan kami" yang saya suka adalah "Salam Ya Mahdi". Ini lagunya orang Syiah. Tapi adem banget.

Kesimpulan

Tidak semuanya itu harus diadili nunggu Kiamat dan Hell. Aliran sesat itu banyak. Misalnya Tokoh Agama yang menyetubuhi pengikutnya dengan alasan transfer keberkahan, itu sesat. Bisa langsung diproses oleh polisi. Tidak usah nunggu neraka, kelamaan.

Apakah untuk memvonis si Tokoh sesat itu polisi harus bersih? Ya iya sih. Setidaknya dia punya SKCK. Lah, kan polisi sendiri yang bikin SKCK.

highlight Oh, iya. Buat yang bilang kalau kadang Google Maps itu menyesatkan, imannya diperbaiki lagi. Konsekuensi sesat itu neraka. Anda tidak punya hak untuk memvonis apakah Google Maps masuk Neraka atau tidak. Hanya Allah yang boleh menentukan apakah Google Maps masuk neraka atau tidak.

Next Post Previous Post